Banjir Lumpur Panas Sidoarjo merupakan peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi
pengeboran Perusaan X di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 29 Mei 2006.
Tragedi ‘Lumpur Panas Sidoarjo’ dimulai pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini
menjadi suatu tragedi ketika banjir lumpur panas mulai menggenangi
areal persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri. Hal ini wajar
mengingat volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 hingga 50 ribu meter
kubik perhari (setara dengan muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran
besar). Akibatnya, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa
bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa
Timur: genangan hingga setinggi 6 meter pada pemukiman; total warga yang
dievakuasi lebih dari 8.200 jiwa; rumah/tempat tinggal yang rusak
sebanyak 1.683 unit; areal pertanian dan perkebunan rusak hingga lebih
dari 200 ha; lebih dari 15 pabrik yang tergenang menghentikan aktivitas
produksi dan merumahkan lebih dari 1.873 orang; tidak berfungsinya
sarana pendidikan; kerusakan lingkungan wilayah yang tergenangi;
rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan
telepon); terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat
pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di
Jawa Timur.
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian
selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo.
Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (kabupaten Pasuruan)
di sebelah selatan. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari
sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Perusahan X sebagai operator blok Brantas. Lokasi semburan
lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan
salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi
semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang
dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur
kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,
Indonesia.
Lumpur juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka.
Lumpur juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kandungan logam berat (Hg), misalnya, mencapai 2,565 mg/liter Hg, padahal baku mutunya hanya 0,002 mg/liter Hg. Hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenol bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampak sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Setelah lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah, terganggunya pendidikan dan sumber penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi, krisis sosial mulai mengemuka.
Tanggapan:
Dari Uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan Perusahaan X merupakan penyebab utama meluapnya lumpur panas di
Sidoarjo, akan tetapi pihak perusahaan malah berdalih dan enggan untuk
bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang
dilakukan oleh Perusahaan X jelas telah melanggar etika dalam
berbisnis. Dimana Perusahaan X telah melakukan eksploitasi yang
berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana
besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan Perusahaan X membuktikan bahwa perusahaan tersebut rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan Perusahaan X untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa Perusahaan X lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
Hal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut telah melanggar prinsip – prinsip etika yang ada. Prinsip mengenai hak dan deontologi yang menekankan bahwa tiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas, akan tetapi dengan adanya peristiwa lumpur panas tersebut, warga justru mengalami dampak kualitas lingkungan yang buruk. Sedangkan perspektif utilitarisme menegaskan bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan ini menjadi tidak etis apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain. Akan tetapi, dalam kasus ini Perusahaan X justru mengeruk sumber daya alam di Sidoarjo untuk kepentingan ekonomis semata, dan cenderung kurang melakukan pemeliharaan terhadap alam, yang dibuktikan dengan penghematan biaya operasional pada pemasangan chasing, sehingga menumbulkan bencana yang besar. Selanjutnya, kerusakan akibat kesalahan tersebut menimpa pada warga Porong yang tidak berdosa.
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan Perusahaan X membuktikan bahwa perusahaan tersebut rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan Perusahaan X untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa Perusahaan X lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
Hal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut telah melanggar prinsip – prinsip etika yang ada. Prinsip mengenai hak dan deontologi yang menekankan bahwa tiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas, akan tetapi dengan adanya peristiwa lumpur panas tersebut, warga justru mengalami dampak kualitas lingkungan yang buruk. Sedangkan perspektif utilitarisme menegaskan bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan ini menjadi tidak etis apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain. Akan tetapi, dalam kasus ini Perusahaan X justru mengeruk sumber daya alam di Sidoarjo untuk kepentingan ekonomis semata, dan cenderung kurang melakukan pemeliharaan terhadap alam, yang dibuktikan dengan penghematan biaya operasional pada pemasangan chasing, sehingga menumbulkan bencana yang besar. Selanjutnya, kerusakan akibat kesalahan tersebut menimpa pada warga Porong yang tidak berdosa.
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.
Sumber:
underground-paper.blogspot.com